Jumat, 17 Januari 2025 08.02
<!--StartFragment--> <!--EndFragment-->
Ketika Kata Menjadi Jembatan: Literasi, Kesenjangan dan Perubahan Sosial (2)
Media digital menawarkan peluang besar untuk ini. Dengan
memanfaatkan media sosial, blog, dan video, gagasan besar dapat disampaikan
kepada khalayak luas dengan cara yang menarik dan mudah dipahami. Namun,
penggunaan media ini juga memerlukan kepekaan terhadap konteks sosial. Pesan
yang disampaikan harus relevan, sesuai dengan kebutuhan dan kondisi masyarakat.
Tidak ada gunanya berbicara tentang inovasi teknologi tinggi jika sebagian
besar penduduk masih berjuang untuk mendapatkan akses listrik yang stabil.
Kolaborasi adalah jawaban lain atas tantangan ini. Ketika para
cendekiawan bekerja bersama dengan organisasi masyarakat, komunitas lokal, atau
bahkan pemerintah, gagasan mereka memiliki peluang lebih besar untuk
diterapkan. Kolaborasi ini juga membantu memastikan bahwa karya intelektual
tidak hanya menjadi milik segelintir orang, tetapi menjadi bagian dari solusi
kolektif yang melibatkan semua pihak.
Pada akhirnya, manusia harus memahami bahwa hidup bukanlah
tentang memilih antara kebutuhan dasar dan literasi, tetapi tentang menemukan
keseimbangan di antara keduanya. Dunia akan terus berubah, dan tantangan akan
terus bermunculan. Tetapi selama manusia memiliki keinginan untuk belajar,
bekerja sama, dan saling memahami, selalu ada harapan untuk menciptakan
masyarakat yang lebih adil, di mana literasi, teknologi, dan kebutuhan dasar
dapat berjalan beriringan, bukan saling mengesampingkan.
Relevansi menjadi langkah awal yang paling mendasar. Di tengah
tantangan ekonomi yang memaksa manusia memprioritaskan kebutuhan dasar, para
cendekiawan perlu menghasilkan karya yang mampu menjawab persoalan nyata.
Relevansi tidak hanya soal topik, tetapi juga cara penyampaian gagasan. Dalam
situasi ekonomi yang penuh tekanan, masyarakat lebih membutuhkan solusi
langsung dibandingkan ide-ide yang terasa abstrak. Misalnya, sebuah penelitian
yang membahas strategi pengelolaan keuangan keluarga di masa krisis akan jauh
lebih bermanfaat daripada teori ekonomi yang hanya dapat diaplikasikan dalam
skala makro. Relevansi juga dapat diwujudkan melalui pendekatan lokal, di mana
karya-karya ilmiah dan literasi diarahkan untuk menjawab permasalahan spesifik
yang dihadapi suatu komunitas. Dengan demikian, intelektual tidak hanya berdiri
di menara gading, tetapi turun langsung menjadi bagian dari solusi kolektif.
Bahasa yang mudah dipahami adalah jembatan antara dunia
intelektual dan masyarakat luas. Dalam situasi di mana akses terhadap
pendidikan sering kali terbatas, keahlian cendekiawan untuk menyederhanakan
bahasa adalah bentuk empati yang nyata. Bahasa sederhana bukan berarti
menurunkan kualitas gagasan, melainkan memperluas cakupan audiens. Ia
menciptakan ruang di mana gagasan besar dapat menyentuh kehidupan orang biasa,
membantu mereka menemukan solusi dalam kehidupan sehari-hari. Sebuah karya
ilmiah yang diterjemahkan ke dalam infografik, cerita pendek, atau panduan
praktis memiliki daya jangkau yang jauh lebih luas daripada artikel yang hanya
dapat dipahami oleh segelintir orang terdidik. Oleh karena itu, kemampuan
berkomunikasi secara sederhana adalah salah satu bentuk kontribusi paling
strategis yang dapat dilakukan oleh seorang cendekiawan dalam situasi yang
penuh tantangan.
Penulis: W SUGIRI
Editor: Ismer
Copyright ©2025 Suara Purwokerto. All Rights Reserved
Version: 1.23.3 | Build ID: FHBRa1vRFd-dgFqX1RoWX