Hiburan

Inilah Film Toba Dream

Jumat, 24 April 2015 pukul 21.37

Ditengah melorotnya jumlah penonton, perlu cara cerdas untuk mengembalikan kepercayaan masyarakat sehingga gairah menonton film Indonesia kembali pulih. Adalah
Benni Setiawan, sutradara peraih piala citra mencoba menggali cerita berbeda dengan keyakinan akan diburu penikmat film Indonesia.
      "Sebagai insan film kita haruss terus berinovasi, cari cerita berbeda namun dekat dengan masyarakat. " kata Benni yang sukses menggarap film 3 Hati,  Dua Dunia Satu Cinta ini saat bincang dengan SP usai nobar film Toba Dream belum lama ini.
        Diungkapkan Benni, kalau unit social terkecil dalam masyarakat.  Pendidikan dalam keluarga dapat mempengaruhi kehidupan yang lebih luas. Keluarga yang harmonis akan melahirkan output yang dapat menciptakan ketertiban, kepatuhan terhadap peraturan, disiplin dan rasa hormat pada kebaikan. Sebaliknya bila sebuah keluarga dalam keadaan tidak harmonis, orangtua yang selalu ribut; orangtua dan anak yang tidak saling memahami, serta anak-anak broken home, maka dari sana pula akan muncul bibit-bibit ketidaktertiban di dalam masyarakat.                       

Ronggur dan Sersan (Purn.) Tebe adalah dua pribadi dalam satu keluarga yang tidak saling memahami. Sersan Tebe adalah seorang prajurit yang disiplin, jujur dank eras kepada anaknya. Tetapi ia selalu memaksakan kehendaknya kepada Ronggur, sementara Ronggur memiliki sikap dan pandangan sendiri mengenai hidup dan masa depan. Ronggur menjadi pengkritis sekaligus membangkang kepada Sersan Tebe, ayahnya.                                                                                  
Ronggur dan Serta Tebe adalah dua tokoh utama dalam film Toba Dreamarahan sutradara Benny Setiawan. Film ini diangkat dari novel karya Jenderal (Purn.) TB Silalahi, seorang tentara yang sangat mencintai negaranya. Selain Ronggur (diperankan oleh Vino G Bastian), dari pernikahannya dengan wanita Jawa Kristin (Tri Budiman), Sersan Tebe (Mathias Mucus) juga memiliki dua anak lainnya, yakni Sumurung (Haikal Kamil) dan Taruli (Vinnesa Inez).

Dikisahkan, setelah pensiun dari dinas ketentaraan, Sersan Tebe mutuskan untuk pulang ke kampungnya di Tapanuli, karena di Jakarta ia tidak memiliki rumah selain rumah dinas yang ditempati bersama keluarganya bertahun-tahun. Keputusan Sersan Tebe dikecam oleh Ronggur. Ia menilai ayahnya terlalu idealis, hanya bangga mendapatkan selembar kertas penghargaan, tetapi tidak memiliki harta setelah pensiun. Sementara prajurit lainnya masih tetap tinggal di asrama setelah pensiun. Sersan Tebe marah kepada Ronggur, karena dirinya tidak mau disamakan dengan orang lain.

Ronggur dan adik-adiknya tidak bisa berbuat apa-apa ketika diboyong ayahnya ke Tanah Batak, tempat lahir orangtuanya yang terletak di pinggiran Danau Toba. Mereka harus tinggal bersama di rumah leluhur bersama Ompung Boro (Jajang C Noer). Rumah adat itu tanpa kamar, tanpa kamar mandi, yang tentu saja menyulitkan anak-anak Serta Tebe untuk menyesuaikan diri. Ronggur juga merasa berat mengikuti orangtuanya karena harus meninggalkan kekasihnya Andini (Marsha Timothy), yang anak seorang pengusaha kaya.                                                          
Di kampung “pemberontakan” Ronggur terhadap ayahnya makin menjadi. Ia kerap ribut dengan adiknya, mabuk-mabukan dan selalu membantah, membuat ayahnya semakin marah. Apalagi ketika Ronggur menolak untuk mengikuti kehendak ayahnya meneruskan tradisi keluarga, untuk menjadi pendeta.                                         
Diam-diam Ronggur pergi meninggalkan rumah menuju Jakarta. Meski pun sempat memergoki, kedua adik Ronggur memahami dan merelakan kakaknya pergi. Sesampainya di Jakarta ia langsung menemui Andini. Tetapi yang didapai Andiri sudah berjalan dengan lelaki lain. Ronggur lalu menemui teman kuliahnya Tomy (Raymond Y Tungka). Ternyata Tomy tidak lagi tinggal di rumah mewah bersama orangtuanya, karena orangtuanya ditangkap dan rumah Tommy bersama kedua adik Tommy yang masih sekolah. Untuk mengisi waktunya, Ronggur kerap menggantikan Tomy membawa taksi. Dari situlah ia kemudian berkenalan dengan sindikat narkoba, dan menjadi kaya raya.                                                    
Dengan kekayaan yang dimilikinya ia berusaha menyenangkan keluarganya, meski pun ayahnya tetap menolak menerima pemberian Ronggur. Bahkan ketika Ronggur pulang kampung – setelah menikah dengan Andini – ayahnya tetap dingin, sehingga Ronggur memutuskan untuk kembali ke Jakarta.                                                
Ronggur sebenarnya ingin melepaskan diri dari sindikat narkoba yang memberinya kemewahan. Tetapi ia sudah terjebak. Keluarganya terancam. Ketika ia menolak untuk membunuh seorang jaksa, Ronggur dan keluarganya diancam akan dihabisi. Akhirnya dalam suatu kesempat di tempat hiburan, Ronggur yang menghabisi sindikat narkoba yang terdiri dari seorang bos dan dua anak buahnya.             

Ronggur lalu melarikan diri ke kampung orangtuanya. Oleh orangtuanya ia diminta menyerahkan diri. Ketika polisi datang, Ronggur sebenarnya ingin menyerahkan diri didampingi ayahnya, tetapi seorang penembak gelap menghabisi nyawanya.

Hubungan ayah-anak

            Toba Dreamsingin menggambarkan bahwa keharmonisan sangat penting dalam sebuah keluarga. Dan kunci dari keharmonisan itu adalah sikap saling memahami antar keluarga, terutama antara anak dengan orangtua. Bila keharmonisan tidak tercipta,outputnya menjadi buruk bagi lingkungan social yang lebih luas.                  

Persoalan Ronggur dengan ayahnya adalah hilangnya rasa saling memahami itu. Sebagai militer, Sersan Tebe ingin menerapkan disiplin yang keras dalam keluarganya. Apalagi ia orang Batak, yang umumnya dikenal memiliki sikap yang keras. Tetapi Ronggur yang sudah beranjak dewasa, tentu tidak ingin lagi diperlakukan seperti anak-anak, yang harus selalu menuruti kehendak orangtuanya. Terlebih Ronggur mewarisi sikap keras dari sang ayah. Sayangnya sifat keras Ronggur itu diekspresikan apa danya terhadap sang ayah, sehingga kerap terjadi konflik antarkeduanya.                                                                              
Ronggur yang tidak merasa nyaman di rumah akhirnya membebaskan diri dari situasi rumah yang pengab. Lalu akumulasi dari kekecewaan di rumah, kecewa karena kekasihnya berpaling ke lain hati, hinaan dari orangtua kekasihnya dan keinginan untuk menunjukan diri mampu berbuat sesuatu, membuat Ronggur memilih jalan pintas dengan bergabung bersama sindikat narkotika. Ia tidak sadar bahwa keberaniannya sedang dimanfaatkan.                                                  
Jalan yang dipilih Ronggur di satu sisi membuatkan hasil yang mencengangkan, karena ia dengan menjadi kaya.  Persoalan-persoalan yang muncul coba diselesaikan dengan kekuatan uang. Tetapi ia lupa bahwa uang tidak bisa membeli segalanya. Niat untuk membahagiakan orangtua dan adik-adik serta keluarganya malah pupus. Isterinya yang rindu figure seorang kepala keluarga yang mengayomi, mengenal Tuhan, justru sibuk sendiri di luar. Ibu yang disayanginya juga marah karena ia terlalu menunjukkan ekspresi yang keras bila menyinggung ayahnya. Di lain pihak, dandar narkoba dan anak buahnya juga menekan Ronggur untuk menghabisi seorang jaksa idealis yang menjadi batu sandungan dalam bisnis haram mereka.                                  

Di tengah akumulasi berbagai persoalan itulah, Ronggur yang pada dasarnya masih memiliki sifat baik, memilih untuk menghabisi Bandar narkoba dan anak buahnya ketimbang membunuh sang jaksa. Menurut Ronggur, membunuh seorang jaksa yang baik sama dengan menghabisi sebuah generasi.

Cerita film ini juga ingin membuktikan kebenaran adagium, sejahat-jahatnya manusia, dia tidak akan pernah berbuat jahat kepada anaknya. Di akhir cerita digambarkan bagaimana Sersan Tebe yang keras datang menemui Ronggur di sebuah gubuk keramba ikan, dan menjelaskan tentang sikapnya selama ini. Sersan Tebe juga membujuk Ronggur yang telah mengarahkan pistol ke keningnya untuk bunuh diri. Dan ketika Ronggur mati terkena peluru penembak gelap, ayahnya menangis meraung-raung, bukti bahwa kasih orangtua terhadap anak tak pernah pupus.

Ada dialog Ronggur yang menarik pada scene pertemuan Sertan Tebe dengan Ronggur, yakni ketika Ronggur yang mengatakan takut ditangkap polisi. Kalimat terdengar sangat manusiawi, karena pada dasarnya, dalam keadaan tertentu semua manusia memiliki rasa takut.  Demikian pula dengan Ronggur yang sebelumnya digambarkan tidak pernah kenal takut.

Film yang diangkat dari novel karya  Jenderal (purn.) TB Silalahi, dan tokohnya bernama Sersan Tebe,  ini bukanlah sebuah biopic, film biografi tentang TB Silalahi. Sang Jenderal mungkin hanya memberi muatan idealisme yang dimilikinya dalam film ini seperti idealisme seorang prajurit,  bahaya narkoba, toleransi, penggambaran tentang alam di sekitar Danau Toba yang indah, dan pentingnya disiplin bagi anak-anak muda seperti dalam scene Sekolah SMA Soposurung 2 yang menjalankan disiplin ala militer. Ada pula otokritik tentang sisi jelek lelaki Batak, yang sering menghabiskan waktu untuk bermabuk-mabukan di lapo tuak, sedangkan kaum wanitanya membanting tulang di sawah. Film ini juga mengkritik kebiasaan buruk orang-orang kaya Batak yang tinggal di perantauan, tetapi ketika pulang hanya membawa “mayat” dan membuat makam yang besar-besar dan megah.                                                   
“ToBa Dreams” merupakan film cukup menarik ditonton, meski durasinya terlalu panjang, lebih dari dua jam, seperti film India. Banyak bagian-bagian tidak perlu yang dimunculkan. Nampaknya sebagai sutradara Benni Setiawan tak mampu melawan keinginan sang produser, Jenderal (purn.) TB Silalahi yang dalam film ini juga menjadi wakil sutradara.                                                             
Namun sebaliknya, masih banyak keindahan dari Tanah Batak yang sebenarnya bisa diangkat ke dalam film ini, tetapi tidak muncul. Hanya keindahan Danau Toba dan bukit-bukit yang mengelilinginya selalu dimunculkan. Adat istiadat Batak juga tidak dimunculkan, kecuali sedikit dalam adegan perkawinan di gereja, yang lebih kuat nuansa modernya. Untunglah ada Vincky Sianipar, yang banyak memasukan unsur etnik dalam music yang dibuat untuk film ini, termasuk beberapa lagu pop Batak.                                                                                                 
Meski pun kemampuan akting para pemain memenuhi standar – tetapi rasa Bataknya kurang dapat. Jajang C Noer, Mathias Mucus atau pemain lainnya yang mencoba membatak-batakan diri melalui diaog yang diucapkan, tidak berhasil. Untunglah masih ada tokoh Togar (Borisbokir) yang bisa menghidupkan rasa kebatakan itu.

Lepas dari kelemahan tersebut, kemauan untuk menampilkan suasana kedaerahan dan panoramanaya yang indah dalam film nasional patut mendapat apresiasi. Kita membutuhkan film-film seperti.(Tebe)                                                                      

Penulis: trisno

Editor: buyil

Berita Terkait

Suara Purwokerto adalah portal berita terpercaya yang menyajikan informasi terkini tentang berbagai topik penting di kawasan Purwokerto, Banyumas, Purbalingga, dan Cilacap. Dapatkan berita terbaru mengenai peristiwa lokal, ekonomi, politik, budaya, hiburan, dan wisata. Kami memberikan informasi yang relevan dan up-to-date setiap harinya, mulai dari berita nasional hingga cerita-cerita inspiratif yang hadir dari masyarakat sekitar.

Sebagai portal berita yang fokus pada perkembangan daerah, kami menghadirkan berita Purwokerto yang mencakup segala aspek kehidupan masyarakat. Mulai dari wisata yang mempesona di Jawa Tengah, kebijakan pemerintah yang berdampak langsung pada kehidupan warga, hingga berita-berita hiburan yang menghibur. Suara Purwokerto berkomitmen untuk memberikan informasi yang akurat dan terpercaya bagi pembaca di seluruh Indonesia.

Selain menyajikan berita-berita lokal, Suara Purwokerto juga menjadi tempat bagi kolom opini, artikel budaya, serta liputan mendalam tentang kehidupan sosial dan politik di Indonesia. Dengan berita hari ini yang selalu up-to-date, kami memastikan pembaca selalu mendapatkan informasi yang berguna dan bermanfaat untuk kehidupan sehari-hari mereka. Ikuti terus perkembangan terbaru dan jadilah bagian dari komunitas pembaca setia kami di Suara Purwokerto.

Copyright ©2025 Suara Purwokerto. All Rights Reserved

Version: 1.24.3-U6lcAOuZkHeVtLy5qfeFh